Kamis, 01 Januari 2015

CERBUNG SAANS (Part 7)


Hrithik Roshan as Anand Kishore
Katrina Kaif as Shanaya
Kareena Kapoor as Meera
Ranbir Kapoor as Prem
Abhisek Bachan as Jay (special appreance)

***
Malam harinya Shanaya benar-benar datang seperti permintaan Anand. Dia bisa melihat suasana yang begitu berbeda. Begitu banyak lilin yang berjejar di pintu masuk, candle light dinner, musik yang romantis dan yang pasti semuanya berwarna biru muda… warna favorit Shananya.
Gadis itu begitu terpana dengan apa yang dilihatnya. Tiba-tiba Anand muncul dengan seikat bunga mawar putih di tangannya.

Anand… semua ini… “Shanaya terlihat heran dengan apa yang dilihatnya.
Surprise… “jawab Anand, cowok itu berlutut di hadapan Shanaya.
Shanaya… aku mencintaimu. Aku ingin katakan padamu betapa indahnya hariku setelah perjumpaan itu, tahukah engkau… betapa seluruh alam tampak lebih indah dari biasanya. Saat kamu jauh beberapa hari ini aku merasa kehilangan setengah hatiku. Semua itu semakin membuatku sadar, aku tidak bisa jauh darimu. Aku ingin menghabiskan seluruh hidupku bersamamu, hanya bersamamu… aku akan tinggalkan semuanya untukmu… Shanaya, maukah kau menikah denganku?
Shanaya diam termangu… Anand melamarnya, tapi wajahnya terlihat begitu sendu. Dia hanya diam menatap Anand, seperti sangat kebingungan tidak tahu apa yang harus dikatakan.
Shanaya… kenapa? Kenapa kamu diam?
Anand… Aku tidak bisa menikah denganmu “jawaban Shanaya seperti petir di siang bolong, Anand begitu kaget.
Shanaya… kamu bercanda kan?
Lusa hari pernikahanku… aku akan menikah dengan Prem seperti rencanaku sejak awal ”ucapan Shanaya membuat Anand geleng-geleng kepala seakan tak percaya. Ini yang ingin aku katakan tadi siang, tapi kamu tidak mau dengar.

Shanaya apa yang sedang kamu katakan?

Seminggu ini aku berpikir Anand dan aku menemukan satu jawaban… aku jatuh cinta pada orang yang salah dan pada waktu yang salah. Apa yang terjadi antara kita itu salah. Cinta… bagaimana bisa semua ini terjadi. Aku tidak bisa membatalkan pernikahanku Anand, anggap saja semua yang aku katakan tentangnya salah. Aku telah setuju untuk menikah lusa… aku mempercepat pernikahanku agar keraguanku tentangnya hilang. Semakin kesini aku semakin menyadari kalau perasaanku terhadapmu itu salah.

Anand terdiam tak percaya dengan apa yang didengarnya…

Ya… aku bahagia bersamamu, aku menemukan sesuatu yang membuat hatiku nyaman hingga aku lupa semua hal… aku hanya melihat mimpiku semakin nyata dengan kedatanganmu. Tapi Anand… tiba-tiba aku tersentak dan menyadari kalau kebersamaan kita hanya akan melukai banyak hati. Apa yang kamu katakan? Kamu akan meninggalkan semuanya untuk aku? Bagaimana dengan Meera? Kamu meninggalkan orang yang sekian lama bersamamu demi aku… orang yang baru kamu kenal? Apa yang aku lakukan? Mengambilmu darinya, membatalkan pernikahanku dengan Prem… bagaimana mungkin aku bisa sejahat itu? Maaf Anand… aku tidak bisa lakuin semua itu.

Aku mencintaimu Shanaya… apa itu salah? Aku ingin menghabiskan seluruh hidupku bersamamu, entah kenapa aku merasa menemukan separuh hati dan nafasku saat bertemu denganmu… apa kamu tidak mencintaiku?

Aku mencintaimu Anand, aku sangat mencintaimu… tapi aku tidak bisa sekejam itu, aku tidak bisa seegois itu, aku tidak bisa bayangkan kalau seandainya aku di posisi Meera. Aku pasti marah dan sakit hati… Apa yang harus aku katakan jika suatu saat aku bertemu dengannya, aku mencintai tunangannya? Maaf Anand, apapun alasannya aku tidak bisa menikah denganmu, kembalilah… kau datang tanpa aku kan? Kembalilah tanpa aku. Kita lupakan semuanya, kita mulai dari awal… Jangan tinggalkan Meera hanya untuk seseorang yang hanya singgah sekejap dalam hidup kamu. Anggap saja hari kemarin tidak pernah ada dan hari ini adalah hari pertama dan terakhir kita untuk bertemu.
Hai Anand, aku Shanaya… maukah kau berteman denganku? Anand hanya diam melihat Shanaya mengulurkan tangannya, dia tidak ingin menjabatnya. Dia hanya termangu menatap Shanaya.

Melihat Anand tidak mengubris uluran tangannya, Shanaya hanya tersenyum dan berkata… aku pergi ya, jaga dirimu baik-baik ya, pertemuan kita sangat singkat Anand dan aku yakin kita pasti bisa melupakan semuanya. Gadis itu terdiam dan akhirnya pergi meninggalkannya. Hujan pun turun seakan berusaha meredam luka yang tengah menyesakkan hatinya. Shanaya semakin menjauh… sangat jauh. Entah dia akan kembali atau tidak… tanpa dia ketahui Shanaya pun sebenarnya sangat terluka, dia mencintai Anand… tapi dia yakin ini yang terbaik. Kebersamaannya dengan Anand hanya akan menyakiti banyak hati.

“Bagaimana mungkin aku bisa jadi sahabatnya, aku mencintainya… semuanya berakhir, aku kembali ke Mumbai tanpa dia, tanpa Shanaya. Aku tidak tahu bagaimana hari-hari ke depan tanpanya… rasanya begitu sesak seperti kehilangan udara untuk bernafas. Aku kehilangan hatiku… disini, London… bersama Shanaya.”

9 Maret 2004

“Aku kembali menginjakkan kakiku di Mumbai, hari ini Shanaya menikah… aku tidak kuasa berada disana meskipun hanya disudut kota London. Tapi… tetap saja, rasanya begitu sesak… ada sesuatu yang seperti merenggut separuh nafas. Ingin rasanya aku berharap semua ini hanya mimpi, kemudian aku terbangun dan semuanya baik-baik saja, semuanya seperti biasa adanya… “
“Tapi entah kenapa aku tidak bisa, ya… semuanya tidak pernah biasa sejak ada Shanaya, hariku, perasaanku, kehidupanku semuanya menjadi luar biasa…”

31 Desember 2004

“Sepertinya… sejauh apapun aku berlari, bayangmu tak pernah henti kutepis, dikepalaku… tentangmu selalu berjejal tak pernah pergi. Shanaya, apa kau benar-benar pergi? Apa kita tidak punya kesempatan hanya untuk bertemu? Apa kamu tahu…? Lukaku sedemikian parah, tak mungkin disembuhkan dalam waktu seperti yang kau minta. Terkadang… dalam pejam aku melihatmu berlari ditengah hujan… menujuku, memelukku, menepis bekunya hati”

“8 bulan telah berlalu… selama itu pula aku tak pernah lagi tahu tentangmu, kepada malam kubiarkan rindu tenggelam meremang dibalik wajah rembulan yang menyiratkan senyummu… Shanaya semoga kamu bahagia dalam hidup dan dengan siapapun yang kau pilih”

30 Desember 2005

“Hatiku lelah…”
“Masih saja aku merindunya… meski langit dan bumi tak merestu. Meski hati dan logika tak menyatu. Masih saja aku merindunya…”
“Lelah hatiku terus bertarung bersama logika, mengapa tak pernah kutemukan jawaban, siapa yang mestinya kuikuti? Logika yang tak pernah mengizinkan rindu menghinggapi pikiran… ataukah sang hati yang memang terlalu tunduk akan auramu yang meski telah hilang ditelan waktu”

“Shanaya… ini terakhir kali aku puisikan rasa hati untukmu… mungkin memang, kamu bukan orang yang tertulis ditakdirku… Aku kalah, mungkin Tuhan memang tidak merestui kita. Izinkan aku walaupun hanya memilikimu dalam ingatan, jika sampai nafas terakhir nanti aku juga tidak pernah punya kesempatan untuk bertemu denganmu lagi… kamu harus tahu, kamulah nama terakhir yang aku pahat direlung hati”

To be continue…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar